Prof.Dr.Ir Roosseno yang lahir pada tanggal 2 Agustus 1908 adalah pelopor konstruksi beton di Indonesia. Nama Roosseno selalu dikaitkan dengan rekayasa teknik sipil Indonesia. Dialah penerjemah ulung gambar dan desain para perancang bangunan ke dalam bentuk dan struktur pada masanya.
Roosseno merupakan lulusan dari Technische Hooge School Bandung (sekarang Institut Teknik Bandung/ITB) yang pada tahun 1932 menjadi satu – satunya orang Indonesia di antara 12 orang yang lulus dari insitut tersebut. Ia lulus dengan nilai tertinggi di antara 7 orang Belanda dan 1 orang Tionghoa. Ia mengawali karir dengan berwiraswasta di Bandung dengan mendirikan Biro Insinyur Roosseno dan Soekarno (Presiden pertama RI) di Jalan Banceuy pada tahun 1933. Meski sebetulnya sama – sama insinyur sipil, Soekarno lebih pandai dalam merancang bangunan.
Adapun Roosseno, yang dikenal jago berhitung semasa mahasiswa, pandai dalam membangun konstruksinya. Setelah biro yang mereka dirikan bubar pada tahun 1935 – 1939, Roosseno bekerja sebagai pegawai Department van Verkeer en Waterstaat (Departemen Jalan dan Pengairan) di Bandung). Di sini, ia berhasil meyakinkan atasan – atasannya untuk mengutamakan penggunaan beton dalam pembangunan jembatan di Indonesia. Alasannya, bahan-bahan dasar beton seperti pasir, batu pecah, semen dan kayu perancah dapat dibeli di Indonesia sendiri, sehingga biaya pengadaannya akan masuk ke dalam kantong rakyat dan ikut mensejahterakan rakyat.
Pada masa penjajahan Jepang, Roosseno beralih menjadi dosen di Bandung Koogyo Daigaku (perubahan dari THS) hingga awal kemerdekaan. Semasa masih hidup, ia dikenal bisa menjelaskan ilmu – ilmu yang sulit dengan cara penyampaian sederhana. Dengan itu, murid – murid diharapkan lebih terinspirasi lagi, dan semakin cinta mendalami teknik sipil. Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya 1 April 1944, Roosseno diangkat menjadi guru besar (kyudju) bidang ilmu beton di Bandung Kogyo Daigaku. Lalu, tanggal 26 Maret 1949 ia diangkat menjadi guru besar luar biasa ilmu beton di Universiteit Van Indonesi, Faculteit van Technische Wetenschap di Bandung.
Pada tahun 1948, Rooseno pindah ke Jakarta dan mendirikan Kantor Consulting Engineer. Pada tahun 1954, Roosseno menulis buku ajar beton pertama dalam bahasa Indonesia. Kemudian pada tahun 1949, ia mulai memperkenalkan beton pratekan melalui kuliah – kuliahnya di ITB dan melalui tulisan – tulisan dalam Majalah Insinyur Indonesia pada tahun 1959. Selain itu ia pernah tiga kali menjabat menteri diantaranya Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga, Menteri Perhubungan, dan Menteri Ekonomi. Selama masa itu ia tetap aktif di pendidikan dan menjadi guru besar ITB dan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) dan juga sebagai Direktur Sekolah Tinggi Teknik Nasional (STTN) di Jakarta. Nama Roosseno mulai diperbincangkan pada sekitar 1960, ketika Presiden Soekarno mulai menyukai bangunan – bangunan besar. Lalu dibangunlah Hotel Indonesia di Jakarta, Hotel Ambarukmo di Yogyakarta, Samudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu, dan Bali Beach Hotel di Pantai Sanur, Bali. Juga Tugu Selamat Datang dan Monumen Nasional. Untuk menyongsong Asian Games, dibangun kompleks Gelanggang Olahraga Senayan, yang juga dinamakan Gelora Bung Karno.
Roosseno adalah salah seorang insinyur yang secara konsisten mengenalkan dan mengembangkan beton – baik lentur maupun tarik – dalam rekayasa bangunan di Indonesia. Oleh karena itu, ia dijuluki sebagai Bapak Beton Indonesia. Roosseno pula lah yang mengusulkan kepada Presiden Sukarno untuk membentuk Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kemudian pada 17 Juli 1964 ia ditunjuk menjadi Dekan dari fakultas tersebut. Sebagai ahli beton bertulang, Rooseno telah banyak menangani berbagai proyek penting, seperti jembatan, pelabuhan, gedung, dan hotel bertingkat. Di kalangan perbetonan internasional, Roosseno menjadi anggota International Association for Bridge and Structural Engineering (IBSE), Zurich dan Federation International de Precontreinte (FIP).
Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, Roosseno tetap dipercaya untuk menangani proyek – proyek besar misalnya pemugaran Candi Borobudur dan penyelesaian Masjid Istiqlal. Ketika Jakarta dilanda demam gedung tinggi, Roosseno ditunjuk menjadi bagian dalam Tim Penasihat Konstruksi Bangunan yang dibentuk Gubernur Ali Sadikin pada 1972. Selain itu Rooseno juga menjadi Direktur di tiga perusahaan yaitu, Biro Insinyur Exakta NV, Freyssinet Indonesia Ltd dan Biro Oktroi Patent Roosseno. Pada tahun 1962, Pemerintah RI menganugerahinya Satya Lencana untuk jasa ikut membangun Kompleks Asian Games Senayan. Penghargaan lainnya adalah Doctor Honoris Causa untuk ilmu teknik yang diterimanya dari ITB pada tahun 1977. Pada Juli 1984, Roosseno mendapat Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah yang diberikan langsung oleh Presiden Soeharto. Predikat Bapak Beton Indonesia tepat sekali diberikan kepada Roosseno, yang meninggal pada15 Juni 1996 ini. Ia telah terlibat dalam banyak proyek – proyek penting di Indonesia. Walaupun ia sudah tiada, namun jasa dan karya – karyanya akan selalu senantiasa dikenang.
Sumber : http://www.engineeringtown.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar